Luka Dan Bisikan

Luka dan Bisikan
Di relung terdalam hati, manusia sering berjalan di jalan yang sunyi. Di sana, luka-luka lama terhampar, tak terlihat oleh mata dunia, namun terasa di setiap denyut nadi. Luka itu bukan sekadar derita; ia adalah saksi dari segala cinta yang pernah kita peluk, segala harapan yang pernah kita tanam, dan segala janji yang hampa oleh waktu.

Bisikan-bisikan jiwa datang tanpa suara. Mereka bukan kata, tetapi getaran yang menembus malam, membelai luka dengan lembut, sekaligus mengguncang ketenangan yang semu. Setiap langkah yang kita ambil dalam hidup adalah tarian antara keberanian dan ketakutan, antara kerinduan yang membara dan kenyataan yang pahit.

Di bawah sinar senja, ketika langit meneteskan merah dan emas, hati menjadi cermin dari segala yang tak terucap. Ia menatap kembali diri sendiri, dan di sana, kita menemukan dua sahabat sejati: luka dan bisikan. Mereka tampak bertolak belakang, namun saling melengkapi luka mengingatkan kita tentang kedalaman, bisikan menuntun kita menuju pencerahan.

Dan dalam kesunyian itulah, manusia memahami bahwa setiap luka adalah pelajaran, setiap bisikan adalah doa, dan setiap detik hidup adalah kesempatan untuk memahami diri sendiri lebih dalam. Jiwa yang bijak memeluk luka tanpa permusuhan, mendengar bisikan tanpa keraguan, dan berjalan terus meski jalan penuh bayangan.



Doa di Antara Luka

Di relung hati, aku menanam rindu,
Di antara luka, aku temukan cahaya.
Bisikan sunyi menuntunku,
Menyulam kepedihan menjadi doa.

Dan meski malam menutup dunia,
Hatiku tetap berbicara dalam diam,
Karena di sana, luka dan bisikan
Menjadi sahabat yang tak terpisahkan.



Kirim