Pelabuhan Cinta

Pelabuhan Cinta

Di tepian waktu, di mana langit bertemu laut, seorang pengembara berjalan tanpa tujuan. Hatinya gersang, pikirannya berkelana dari satu tempat ke tempat lain, mencari sesuatu yang tak pernah ia temui — sebuah rasa yang melampaui kata, yang melampaui dunia. Ia telah menempuh gurun kesepian, menembus badai keraguan, dan menyeberangi sungai duka, tetapi hatinya tetap kosong.

Hingga suatu malam, saat bulan meneteskan cahaya lembut di permukaan laut, ia mendengar bisikan halus dari angin: “Cinta sejati bukanlah tempat yang kau cari di luar dirimu. Ia adalah pelabuhan yang menunggu untuk kau temukan di dalam hatimu sendiri.”

Pengembara itu berhenti, dan untuk pertama kali ia mendengarkan suara jiwanya sendiri. Setiap detak hati menjadi ombak yang lembut, setiap napas menjadi jangkar yang menenangkan gelombang keraguan. Ia menyadari bahwa semua perjalanan, semua penderitaan dan kerinduan, telah menuntunnya ke satu pelabuhan: pelabuhan cinta yang abadi, yang tak bisa dirusak oleh waktu atau jarak.

Di pelabuhan itu, ia bertemu dengan roh yang sama-sama lelah mencari. Tanpa kata, mereka saling memahami, karena cinta yang sejati tak perlu diucapkan. Mata mereka bertemu seperti dua bintang yang jatuh dari langit, dan hati mereka berlabuh dalam satu irama. Tak ada yang dimiliki, tak ada yang dicari hanya keberadaan, murni dan tenang, seperti laut yang menenangkan badai.

Dan di pelabuhan itu, pengembara itu menyadari: cinta bukanlah tujuan, bukan milik siapa pun, bukan hadiah. Cinta adalah rumah, dan setiap jiwa yang kembali ke rumahnya akan menemukan kedamaian yang tak tertandingi.


Pelabuhan Cinta

Di tepian jiwa ku berlabuh,
Ombak rindu menimang damai,
Bulan meneteskan rahasia langit,
Dan hatiku menari dalam cahaya-Mu.

Tak ada lagi perjalanan, tak ada lagi tanya,
Hanya bisikan abadi:
Cintailah tanpa mencari,
Berlabuhlah tanpa takut,
Di pelabuhan yang selalu menunggu.



Kirim