Letter to Nara

Sebuah Surat dari Lautan untuk Sang Bulan
Untukmu, Nara, yang berjalan di antara mimpi dan kenyataan,

Dari Runindaru, yang duduk di tepian jiwanya sendiri, menulis dengan tinta cahaya dan kertas angin.

Apakah yang kau dengar, Nara, ketika kau mendengar namamu sendiri?
Apakah itu gema yang bergaung dari puncak-puncak gunung kesunyian yang jauh, ataukah desisan ombak yang tak pernah beristirahat, yang terus memecah di pantai jiwaku yang sunyi?

Aku menuliskan ini bukan agar kau membacanya, sebab surat ini mungkin tak akan pernah sampai kepadamu, melainkan kutinggalkan untuk angin yang lalu-lalang. Barangkali suatu saat nafasnya akan menyentuh pipimu, membisikkan segala yang tak terucap dan tak terjamah ini.

Mereka bertanya padaku, "Mengapa kau mengaguminya dari jauh, Runindaru?
Mengapa kau tidak mendekat dan berkata, 'Inilah aku, dan inilah hatiku'?"

Dan aku pun menjawab, "Apakah kalian menyuruhku memetik bunga yang merekah sempurna hanya untuk memuaskan tanganku?
Lalu menyaksikannya layu dalam genggamanku sendiri?
Tidak, biarlah dia bersemi di taman takdirnya sendiri, disinari matahari pilihannya, disirami hujan nasibnya.
Kekagumanku adalah pagar yang melindunginya, bahkan dari keinginanku sendiri."

Aku telah melihatmu tertawa, Nara.
Tawamu seperti gemerisik dedaunan di hutan pada musim semi;
sebuah musik yang membuat jiwa-jiwa pohon yang tua pun bersemangat kembali.
Dan aku telah melihatmu diam, bagaikan danau yang memantulkan langit,
menyimpan ribuan cerita dalam kedalaman yang tenang dan tak tersentuh.

Dalam sukacitamu, aku turut bersukacita.
Dalam kesedihanmu, air matamu adalah hujan yang menyuburkan tanah hatiku yang gersang.

Jika suatu hari nanti, dalam perjalananmu yang panjang dan berliku,
kau duduk di sebuah batu di pinggir sungai dan tiba-tiba merasa damai tanpa alasan yang jelas,
ketahuilah, itu mungkin karena doaku yang tersembunyi di balik bisikan angin.

Atau jika angin malam berhembus lembut membelai rambutmu,
seolah membawa kehangatan yang tak dikenal,
itu mungkin sapaan jiwaku yang tak mampu menyapa dengan kata-kata.

Aku telah mencintaimu dengan cara yang tak meninggalkan jejak, Nara.
Seperti udara yang mencintai burung yang terbang, membantunya melayang bebas tanpa pernah mengklaimnya.

Dan kini, inilah akhir suratku ini.
Bukan akhir dari kekaguman, bukan akhir dari perjalanan perasaan,
melainkan akhir dari keinginan untuk mengungkapkannya dengan kata-kata.
Biarlah semesta yang melanjutkan kata-kata yang tak tersampaikan ini,
biarlah waktu yang menjadi saksi bisu dari segala perasaan yang terekam di angkasa dan lautan.

Teruslah berjalan, Nara.
Jadilah cahaya, tidak hanya untuk dirimu sendiri,
tetapi juga untuk dunia yang kadang gelap dan penuh rahasia.

Dan ketahuilah, bahwa ada sebuah lautan yang tenang,
yang pasang-surutnya selalu memuja sang bulan di langit,
dalam kesunyian yang sempurna, penuh kerinduan yang tak terucap.

Dengan kekaguman yang abadi,

Runindaru

“Yang mengagumi bukan untuk memiliki, tetapi untuk menjadi lebih dekat pada Cahaya”

Pada Akhirnya, Hanya Angin yang Tahu


Selamat tinggal, Yang Tak Pernah Disapa,

Aku telah menuliskan namamu di atas pasir putih,
Lalu datanglah ombak dan menghapusnya bersih tanpa bekas.
Aku telah membisikkannya pada angin yang berlalu,
Dan ia berjanji akan menyimpannya dalam sunyi yang rapu dan abadi.

Mungkin kau takkan pernah tahu,
betapa diamku adalah seruan yang paling nyaring,
betapa jarakku adalah dekapan yang paling hangat,
dan betapa kekaguman ini adalah cinta yang paling jujur,

yang tak layak disebut, tak layak dinilai,
hanya layak dirasakan lalu pergi tanpa jejak.

Kini, biarlah waktu yang bercerita,
tentang seorang lelaki yang mengagumi bulan,
bukan untuk dianjak, bukan untuk dimiliki,
tetapi untuk dijadikan kompas bagi perahu hatinya,
yang tak pernah berlabuh, selalu berlayar mencari makna.

Teruslah bersinar, wahai menteri malam,
aku akan tetap menjadi gelap yang setia,
yang diam-diam merayakan terangmu,
dalam kesunyian abadi yang tak pernah kau dengar.

Dengan segala ketulusan, kekaguman, dan doa yang tersembunyi di antara kata-kata ini, aku mengirimkan surat ini ke langit, ke laut, dan ke dalam hatimu, walau kau tak pernah tahu.

Kirim