Di Antara Dua Nafas
Di sana, di tepian yang sama, duduk seorang wanita yang matanya memantulkan kedamaian yang asing baginya. Ia tidak berbicara, namun dalam diamnya ada magnet yang menarik pencari itu. Mereka berdua merasakan ruang hening yang sama di antara dua nafas di mana kata-kata kehilangan arti dan jiwa berbicara dengan bahasa yang lebih dalam dari suara.
Hari demi hari mereka bertemu, dan setiap pertemuan menjadi pelajaran. Pencari belajar menenangkan gejolak hatinya; wanita itu belajar membuka bayangan-bayangan dalam dirinya sendiri. Mereka menari bersama dalam diam, saling melengkapi, dan memahami bahwa cinta bukanlah menguasai, melainkan membebaskan.
Mereka berjalan di padang bunga yang tak berujung, menelusuri gunung dan lembah, dan di setiap langkah mereka menyadari satu kebenaran: jiwa yang mencintai tidak mencari yang lain untuk melengkapi kekosongan, melainkan untuk menemukan dirinya lebih utuh. Dan dalam perjalanan itu, mereka menemukan kedamaian yang tidak bisa digenggam, hanya bisa dirasakan di antara dua nafas.
Pada akhirnya, saat fajar mereka duduk berhadap-hadapan, tangan saling menyentuh, dan dunia seolah berhenti sejenak. Hanya ada ruang di antara dua nafas, di mana mereka menemukan rumah yang tidak dibangun dari batu atau kayu, tetapi dari hati yang menyatu.
Ketika Jiwa Menyatu